Mencari Format Debat Pilgub DKI yang Tepat

Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta sudah menentukan bahwa debat pertama akan digelar pada hari Jumat, 13 Januari 2017. Anggota KPU DKI, Dahlia Umar, menyatakan bahwa KPU DKI sudah menentukan tema yang sudah disepakati, menyusun pertanyaan, dan membuat aturan main debat. “Bagaimana semua calon diberi kesempatan untuk menyampaikan visi misi program, berapa lama menjawab pertanyaan dan alur debat yang tidak kaku dan tetap cair,” ungkapnya di diskusi Perspektif Jakarta, Sabtu, 7 Januari 2017.

KPU DKI pun sudah menunjuk moderator. Mereka memilih panelis yang berasal dari latarbelakang akademisi dan praktisi. Panelis tersebut kemudian diminta menyusun pertanyaan berdasarkan permasalahan dari Jakarta yang harus di jawab oleh calon. Adapun debat akan dipandu oleh moderator dengan menggunakan bahan pertanyaan dan kisi-kisi yang sudah dihasilkan oleh panelis tersebut. Sebagai informasi, jumlah panelis ada 4 orang untuk debat pertama.

Publik pun penasaran. Apakah debat mampu meningkatkan jumlah partisipasi pemilih dan dapat mendongkrak tingkat elektabilitas pasangan calon? Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia dan pakar psikologi politik, Prof. Hamdi Muluk membenarkan hal tersebut. “Debat sangat berpengaruh terhadap kelompok pemilih undecided voters yang sampai hari ini belum menentukan pilihan atau swing voters,” ujarnya di diskusi yang bertempat di Gado Gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat.
Lebih lanjut, Prof. Hamdi mengatakan bahwa di dalam teori voting, ada 2 kategori, yang pertama yaitu orang yang sudah menentukan pilihannya jauh-jauh hari.

Kategori ini terjadi dimana ada kondisi awal yang sudah membuat pemilih mantap. “Biasanya party identity, partisan yang mengidentifikasi dirinya sebagai anggota atau partisan, atau partisipan atas partai tertentu biasanya,” jelasnya. Sementara itu untuk kategori voting kedua adalah berdasarkan sentimen tertentu, yaitu sentimen agama, ras, suku, golongan. Pemiih yang sudah menentukan pilihannya jauh-jauh hari ini lebih condong ke pemilih loyal (loyal voters) karena apapun alasannya, tidak terlalu mempengaruhi pandangan mereka, semisal pasca debat. Prof. Hamdi berargumen bahwa orang seperti ini (loyal voters, red), melihat debat sudah tidak efektif lagi karena sudah punya preferensi dan mereka hanya mengkonfirmasi saja.

Mengenai konten debat, Prof. Hamdi menambahkan bahwa apa yang menjadi visi misi program harus diketahui pubik. Meski angka swing voters dan undecided voters hanya sebesar 25-30 persen, namun debat harus tetap dilaksanakan karena menjadi bagian dari pendidikan publik. Selain itu, biasanya para swing and undecided voters, menunggu momen debat karena mereka akan mendapatkan informasi yang bisa meyakinkan mereka. Dan inilah yang disebut rational voters.

Justru, debat bisa membuat masyarakat lebih mengenal siapa calon pemimpinnya karena dalam debat akan breakdown visi misi, bagaimana kandidat paham apa yang menjadi visi misi, detil program seperti apa yang bisa dilaksanakan atau tidak, realistis atau tidak.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia sekaligus moderator debat Capres 2014, Prof. Hikmahanto Juwana, juga menambahkan untuk segi pertanyaan. Menurutnya, panelis yang berlatarbelakang akademisi jangan membuat pertanyaan yang sulit untuk dipahami oleh voters. “Karena yang dituju ini publik. Jadi harus bisa menangkap pertanyaan pertanyaan yang menjadi konsumsi publik,” jelasnya.

Prof. Hikmahanto juga menambahkan bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut harus bisa menjelaskan posisi, platform, dan program-program yang harus dikemukakan oleh pasangan calon. “Sebaiknya ada semacam pendalaman, pertanyaan-pertanyaan pendalaman, ada sesi di mana para kandidat berkomunikasi,” tambahnya.

Sementara itu, Dahlia juga menjelaskan bahwa KPU DKI dalam menyusun debat, KPU DKI betul-betul menjaring aspirasi masyarakat tentang permasalahan yang dihadapi masyarakat yang harus dijawab para kandidat, seperti misalnya masalah tentang lingkungan, penataan transportasi, sosial ekonomi, dan pelayanan mendasar (pendidikan dan kesehatan). “Permasalahan sudah kami identifikasi dan nantinya akan kami lemparkan ke Calon Guberur dan Wakil Gubernur. Kalau mereka mampu melihat permasalahan, mereka juga harus mampu menjawab pertanyaan dan meberikan solusi permasalahan tersebut,” jelasnya.

Terkait keinginan masyarakat dalam menyaksikan debat, Dahlia menghimbau bahwa masyarakat sebagai pemilik modal yang ingin memilih Gubernur dan Wakil Gubernur sebagai pelayannya, sebaiknya menyaksikan debat karena debat menjadi momen dimana masyarakat sebaik pemilik modal, ingin memilih pelayan yang tepar, yang memiliki kualitas, kapabilitas dan kompetensinya. Lebih dari itu, para kandidat juga sebagai figur yang gagasannya bisa di kontestasikan. “Bagaimana cara bicara mereka, bagaimana karakter mereka, dan cara menilai kemampuannya dalam menilai visi misi, dan program secara komprehensif. Itulah yang ingin kami sajikan,” tuturnya.

Untuk hal yang harus diperhatikan dalam debat, Prof. Hikmahanto menyebut bahwa para kandidat harus perlu berhati-hati dan fokus dalam menjawab pertanyaan. Ada 4 hal yang perlu diperhatikan menurut Prof. Hikmahanto, yaitu:

• Kandidat sering kurang siap dalam menjawab pertanyaan.
• Kandidat harus memperhatikan waktu, karena waktu akan ditentukan dan jangan sampai tidak fokus.
• Kandidat harus sedemikian rupa mampu menjawab pertanyaan dan melontarkan pertanyaan supaya terdapat perbedaan terhadap kandidat yang satu dengan yang lainnya.
• Pendukung harus tertib, tidak boleh mengganggu jalannya debat dan konsentrasi para kandidat dengan meneriakkan yel-yel.

Debat memang harus dipandang dari dimensi yang berbeda. Menurut Prof. Hamdi, para kandidat harus melihat debat sebagai kesempatan bagi mereka untuk meyakinkan kepada pemilih bahwa mereka memang orang yang mempunyai potensi untuk menjadi Gubernur, bahwa semua isu-isu tentang isu publik yang dilakukan oleh semua kandidat, dipahami dan dimengerti. Sementara untuk masyarakat, beberapa hal penting yang harus diperhatikan masyarakat, khususnya pemilih di DKI Jakarta adalah:

• Integritas : Jujur, bersih, tidak memiliki kepentingan kanan kiri, lurus melayani publik.
• Leadership: managerial skill. Bagaimana mampu me-manage isu-isu publik, akuntabel, bersih  apabila memiliki hal ini maka akan tercipta good governance.
• Hal minor seperti pemimpin yang ramah, santun, dan memiliki kepribadian yang menyenangkan.

Mengenai efek debat, Prof. Hamdi mengatakan bahwa debat paling berpengaruh adalah yang paling mendekati hari pencoblosan. Dari debat tersebut, pemilih menyimpulkan bahwa kandidat memiliki track record, kapabilitas, dan integritas yang dimiliki.

Bagikan:

id_IDIndonesian