JAKARTA. Meski sudah berlalu, putaran pertama Pilkada DKI Jakarta masih meninggalkan cerita soal daftar pemilih tetap (DPT). Dalam kontestasi politik satu hal yang tidak pernah bisa dilepaskan dalam perhelatan demokrasi adalah perselisihan DPT, termasuk apa yang terjadi pada putaran pertama Pilkada DKI Jakarta 15 Februari lalu. Meski secara keseluruhan Pilkada DKI putaran pertama lancar, namun dari perspektif administratif masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi. Banyak pelanggaran mulai dari tidak terakomodasinya warga Jakarta yang sebenarnya mempunyai hak pilih, atau adanya pemilih ganda, atau bahkan fenomena pemilih siluman yang ada di Jakarta. Melihat dinamika tersebut, Populi Center dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia bekerjasama menyelenggarakan diskusi dengan tajuk “Perspektif Jakarta” dengan topik “Carut Marut DPT: Pertaruhan Legitimasi Pemilu” bertempat di Sekretariat Pusat PMKRI jl Sam Ratulangi No 1, Menteng, Jakarta Pusat pada hari Kamis, 30 Maret 2017.
Bersama Dahlia Umar (Komisioner KPUD DKI Jakarta), Khoirunnisa Agustyati (Deputi Program Perludem), Usep S Ahyar (Direktur Populi Center), dan Dominicus Dhima (Anggota Lembaga Pelatihan Sumberdaya Instruktur PMKRI) serta dimoderatori oleh Gunawan Hartono. Khoirunnisa menyadari bahwa memang warga DKI diputaran pertama lalu masih banyak yang tidak terfasilitasi. Disisi lain, yang menjadi catatan Ninis adalah UU no 10 tahun 2016 tentang Pilkada mensyaratkan pemilih harus mempunyai KTP elektronik, namun seperti yang kita lihat bahwa kebijakan tersebut juga bukan tanpa masalah setelah kita tahu proyek e-KTP juga belum tuntas, tegasnya. Dalam penyelenggaraan pilkada, KPU memperbolehkan bagi yang belum terdaftar menjadi DPT atau belum mempunyai KTP elektronik dapat tetap ikut memilih dengan terlebih dahulu mengurus surat keterangan (Suket). Namun yang disoroti oleh Ninis, sapaan akrabnya adalah tentang bagaimana KPPS memahami suket tersebut.
Dalam putaran pertama lalu pemilih yang menggunakan suket seharusnya secara otomatis dimasukkan ke dalam DPT atau minimal tidak mengurus suket ulang, akan tetapi banyak dari KPPS yang menahan suket sehingga mengharuskan para pemilih mengurus ulang untuk putaran kedua nanti. Usep menyoroti persoalan bagaimana seharusnya memperbaiki sistem dalam penetapan DPT. Karena seringkali dijumpai warga yang sudah meninggal masih tercantum, hal ini menuntut aparat desa untuk terus memvalidasi keberadaan warga sehingga tidak ada hak warga yang terbuang. Selain itu juga terkait sulitnya para petugas pendataan untuk mendata, terlebih di kawasan elit yang kadang kala untuk memverifikasi penghuni rumah pun sulit. Dalam konteks ini, bukan hanya penyelenggara pilkada, perhatian dan turut serta warga juga dibutuhkan. Usep menyimpulkan bahwa administrasi kependudukan adalah kunci penting suksesnya pilkada dan menjadi dasar untuk pemenuhan hak politik juga pemenuhan hak ekonomi warga. Dahlia Umar selaku Komisioner KPUD DKI berusaha meluruskan terkait keberadaan suket, dimana daftar penerima suket di putaran pertama akan diintegrasikan pada putaran kedua nanti, karena beliau beranggapan bahwa hak pilih warga harus difasilitasi dan tidak boleh hilang. Bahkan para pemilih pemula yang pada tanggal 19 April nanti berusia 17 tahun akan dapat menggunakan hak pilihnya. Selain itu juga bagi masyarakat yang sudah tercatat menjadi warga DKI Jakarta pasca penetapan DPT tanggal 6 Desember 2016 lalu bisa menggunakan hak pilihnya melalui jalur daftar pemilih tambahan.
Namun disisi lain Dahlia juga mengkritisi seharusnya kepindahan penduduk harus bisa terupdate secara database. Agar sosialisasi dan potensi kehilangan suara bisa diminimalisir. Dari perspektif organisasi mahasiswa, Dominicus Dhima melihat bahwa salah satu faktor carut marutnya DPT dikarenakan sosialisasi yang kurang maksimal. Kadang kala warga yang tidak meilih bukan karena tidak ingin memilih, akan tetapi dikarenakan ketidaktahuan apakah yang bersangkutan sudah terdaftar menjadi pemilih atau belum, kemudian tentang ketidaktahuan bagaimana caranya jika ingin mengurus untuk mendapatkan hak pilih kurang disosialisasikan secara maksimal. Sehingga dalam hal ini, PMKRI mewakili organisasi mahasiswa sanagt ingin dilibatkan dalam proses pencerdasan warga untuk ikut berdemokrasi. Proses penyadaran demokrasi adalah konteks pergerakan bersama. Diakhir diskusi Dahlia menambahkan bahwa masyarakat harus berperan aktif, tidak golput, dan harus mendapat referansi yang baik tentang para kandidat, hal itu salah satu opsinya bisa di lihat dari debat yang akan diselenggarakan oleh KPUD DKI pada tanggal 12 April nanti.
Secara keseluruhan proses putaran pertama Pilkada DKI Jakarta berjalan baik, namun harus ditingkatkan pada putaran kedua nanti. Para pemilih, peserta, penyelenggara, dan pengamat harus bersinergi untuk menciptakan pemilihan yang berkualitas. Ditambah pengetahuan tentang Pilkada dan pelaksanaanya harus dipahami oleh seluruh warga, termasuk para penyelenggara diakar rumput agar bisa memfasilitasi warga yang berhak tanpa pandang suku, etnis ataupun agama sehingga tercipta Pilkada yang damai dan tren putaran kedua di 2012 harus bisa terulang kembali.