Mendekati pemilihan umum pada tanggal 17 April 2019, peran lembaga survei dalam memberikan gambaran persoalan yang menjadi perhatian publik, seiring itu pula mulai muncul berbagai lembaga survei. Tidak sedikit hasil survei yang dirilis oleh Lembaga survei tertentu berbeda dengan Lembaga survei lainnya. Hal tersebut menimbulkan kebingungan dan berbagai pertanyaan di masyarakat, mana lembaga survei yang hasilnya dapat dipercaya dan mana lembaga yang hasilnya tidak dapat dipercaya.
Untuk membahas hal tersebut, Forum Populi edisi Pemilu 2019 kali ini diadakan di Universitas Brawijaya (UB) dengan mengangkat tema “Memperkuat Demokrasi dengan Survei” pada tanggal 21 Februari 2019. Dalam diskusi kali ini hadir Jefri Adriansyah (Peneliti Populi Center) sebagai pembicara utama, sedangkan diskusi ini dimoderatori oleh Rachmad Gustomy (Dosen Ilmu Pemerintahan UB).
Salah satu tujuan utama dari diskusi ini, Forum Populi Goes to Campus, adalah untuk memberikan pemahaman mengenai pentingnya upaya literasi survei kepada civitas akademik, termasuk ke masyarakat umum. Mengingat pentingnya literasi rilis survei ini mendekati momen politik seperti Pemilu 2019.
Menurut Jefri Adriansyah, lembaga survei di Indonesia mulai tumbuh semenjak pemilihan umum secara langsung pada tahun 2004, yang terdiri dari pemilihan Presiden dan Kepala Daerah. Dilema mulai muncul ketika mulai tumbuh beberapa Lembaga survei yang hasil rilisnya banyak diragukan. Lebih lanjut Jefri mengatakan, “Dalam demokrasi substansial, lembaga survei harus berperan untuk mengerucutkan keinginan/aspirasi publik (shaping public needs) dan bukan mengerucutkan opini publik (shaping public opinion) dalam rangka untuk mempengaruhi undecided voters atau solid voters, atau dengan kata lain mendorong survei untuk menggiring opini publik.”
Jefri menuturkan bahwa terdapat lima hal yang patut diperhatikan untuk membedakan sebuah lembaga survei abal-abal atau tidak. Lima hal tersebut adalah kompetensi peneliti, kredibilitas lembaga, tergabung dalam asosiasi, metodologinya teruji, dan hasil tidak jauh berbeda dengan lembaga survei lainnya. Keberadaan asosiasi lembaga survei juga penting untuk mengawasi kegiatan Lembaga survei melalui dewan etik yang ada didalamnya.
Bergabungnya lembaga survei ke assosiasi memungkinkan untuk hasil survei yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik dan terjaga objektifitasnya, mengingat assosiasi dapat menekan lembaga untuk membuka metodologi survei yang dilakukan, apabila survei dinilai tidak valid. Di Indonesia terdapat dua assosiasi lembaga survei yang cukup kredibel, yakni AROPI (Asosiasi Riset Opini Publik) dan PERSEPI (Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia).
Secara khusus, Jefri menyampaikan bahwa terkait dengan perannya memperkuat demokrasi, lembaga survei idealnya dapat memberikan gambaran kinerja, sepak terjang calon, dan preferensi pemilih. Hal ini tentu mendorong kontestasi politik yang lebih positif dan rasional. Meski demikian terdapat beberapa tantangan kedepan untuk perkembangan lembaga survei, seperti belum adanya regulasi yang jelas dan mengikat untuk mengatur lembaga survei di Indonesia. Regulasi baru sebatas untuk lembaga survei yang berpartisipasi dalam event-event pemilu seperti quick count atau pun exit poll yang harus terdaftar di KPU RI.
@ Populi Center 2021