Arah suara Undecided Voters

Undecided voters atau pemilih yang belum menentukan pilihannya adalah tantangan terbesar bagi dua pasang calon yang berkontestasi dalam Pilpres 2019. Populi Center dalam rilis survei Januari 2019 mencatat, persentase undecided voters sebesar 14,9 persen. Jumlah undecided voters ini nampaknya stagnan sejak pendaftaran pasangan Capres-Cawapres Agustus 2018 sejumlah 14,6 persen. Lalu apa yang menyebabkan kelompok suara ketiga (undecided voters) ini masih belum menyatakan pilihannya? Mengingat hari pemilihan 17 April 2019 tidak lebih dari 60 hari lagi.

Untuk membahas persoalan ini lebih jauh, Forum Populi Edisi Pemilu 2019 mengangkat tema “Arah Suara Undecided Voters” pada Kamis (28/2). Diskusi kali ini menghadirkan pembicara Afrimadona, PhD (Peneliti Senior Populi Center) dan Panji Anugrah Permana, PhD (Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia).
Afrimadona mengatakan arah suara undecided voters menjadi sesuatu yang sangat berharga karena jumlahnya yang cukup signifikan, menilik DPT Pilpres 2019 sekitar 192 juta pemilih. Di sisi lain, kelompok suara ini mempunyai potensi untuk mengalir ke salah satu pasangan calon. Berbeda dengan kelompok golput yang sudah terang-terangan tidak akan memilih, kelompok ini mempunyai karakteristik yang berbeda.

Menurut Afrimadona, undecided voters cenderung tidak mau mengungkapkan keinginannya secara jelas, bahkan mereka sendiri terkadang tidak tahu keinginan mereka seperti apa. Maka dari itu, mereka yang berusaha mencari tahu atau menarik perhatian kelompok ini akan sulit. “Mereka (undecided voters) adalah low information voters. Mereka tidak terlalu peduli dengan berita politik dan banyak yang menyembunyikan informasi dengan banyak menjawab tidak tahu,” ujarnya.
Selain memiliki karakter menyembunyikan pilihan dan low information, undecided voters juga memiliki kecenderungan self-interested dan programatik. Jika ada sesuatu yang bisa menguntungkan atau program yang ditawarkan menarik, maka mereka mungkin akan memilih sosok kandidat tersebut. Lantas, untuk bisa menggaet suara dari kelompok ini maka terlebih dahulu harus melakukan kajian mendalam untuk melihat karakteristik mereka.

“Hasil dari survei tidak akan terlalu banyak bisa membantu jika kita tidak secara eksplisit memahami karakter mereka. Ini yang menyebabkan secara empirik suara undecided voters stagnan karena bisa jadi mereka betul-betul tidak melihat sesuatu yang menarik dari dua pasangan calon,” terang Afrimadona.

Di sisi lain, Panji menjelaskan arah suara undecided voters menjadi pertanyaan yang krusial. Fenomena tersebut bisa dipengaruhi adanya political fatique dengan masa kampanye yang panjang dan belum adanya visi yang jelas terkait program dari masing-masing pasangan calon. Undecided voters juga dapat muncul karena mereka cenderung merahasiakan pilihannya karena pilihan mereka berbeda dengan pilihan mayoritas kelompok disekitar mereka.

Namun, yang menjadi pertanyaan adalah mereka yang masih benar ragu-ragu akan pilihannya. Dalam konteks ini, Panji menekankan, aspek persona kandidat memainkan peranan penting. “Ke depan akan tergantung pada pendekatan politik atau komunikasi yang digunakan kandidat dalam sisa waktu kampanye,” jelasnya.

Oleh karena itu, cara yang cukup efektif dilakukan untuk menarik dukungan dari kelompok undecided voters adalah melakukan pemetaan teritorial. Wilayah mana saja yang paling tinggi pemilih tidak tahunya perlu dilakukan pendekatan. Pendekatan yang dilakukan pun bisa melalui pencitraan dukungan dari kelompok-kelompok informal masyarakat mengingakt masih kentalnya budaya patronase di Indonesia. “Ini seperti dukungan dari alumni universitas atau organisasi. Harapannya adalah memunculkan efek domino di dalam masyarakat,” pungkas Panji.

@ Populi Center 2021

id_IDIndonesian