Efektivitas kampanye terbuka

Kampanye terbuka sudah berlangsung sejak tanggal 24 Maret 2019 dan akan berakhir pada 13 April 2019. Dari beberapa hari berlangsung kampanye terbuka sudah banyak media dominan membahas mengenai pelanggaran kampanye. Bawaslu mencatat terdapat beberapa pelanggaran kampanye seperti keterlibatan anak-anak dalam kampanye, beberapa pejabat menggunakan fasilitas negara, kampanye di tempat-tempat terlarang, kampanye hitam, hingga penggunakan alat-alat peraga yang bukan alat peraga parpol.

Di luar persoalan tersebut, nampaknya perlu untuk melihat dimensi lain dari kampanye terbuka, seperti bagaimana efektivitas komunikasi politik dari kedua pasang calon? Apakah efek dari rentetan pelanggaran kampanye kepada kedua pasang calon? Bagaimana kedua pasang calon dapat memanfaatkan kampanye terbuka ini untuk memperkuat pendukung utama serta menggoda pemilih yang belum menentukan pilihan (undecided voters)?

Untuk membahas persoalan ini, Forum Populi Edisi Pemilu 2019 mengangkat tema “Efektivitas Kampanye Terbuka”. Pada diskusi kali ini diulas bersama Fadli Ramadanil (Peneliti Perludem) dan Dimas Ramadhan (Peneliti Populi Center).

Fadli Ramadanil mengingatkan bahwa tinggal 19 (Sembilan belas) hari lagi pemungutan suara akan berlangsung. Artinya semakin mendekat dan menentukan bagi stakeholder yang terkait, untuk memaksimalkan penyelenggaran dan pelaksanaan pemilu. Pemilu kali ini dapat dimaknai bukan hanya pertarungan kontestan, tetapi juga pertaruhan bagi penyelenggara pemilu. Dalam hal ini, aspek yang akan disoroti pasti berkaitan dengan kampanye terbuka. Fadli mengingatkan bahwa terkait dengan kampanye terbuka, terdapat dua metode yang dapat digunakan. Pertama, kampanye rapat umum di ruang terbuka, dan kedua adalah kampanye di media massa baik cetak atau elektronik.

Dari kedua metode tersebut, kampanye di media massa atau elektronik dipandang sebagai metode yang paling efektif. Meski demikian, kampanye di media massa atau elektronik ada aturan yang menjadi perdebatan. Di dalam peraturan dibatasi 10 slot dalam kampanye di media massa, sedangkan KPU akan memfasilitasi tiga slot tersebut. Perdebatan muncul, jika mengacu pada versi KPU, berarti pasangan calon dapat melakukan 13 kali siaran dalam kampanye di media massa, sedangkan dari versi Bawaslu tiga yang difasilitasi oleh KPU sudah termasuk ke dalam 10 slot batas maksimal yang ditetapkan.

Contoh perdebatan ini seharusnya dapat menjadi perhatian, yang nantinya dapat memicu perdebatan yang lebih luas. Hal ini bukan berbicara pada netralitas, melainkan berbicara bagaimana profesionalitas penyelanggara juga patut untuk ditunjukkan. Selain itu, mekanisme yang berpotensi menimbulkan kebingungan terkait dengan partisipasi pileg dan pilpres yang sangat tidak seimbang jika dilihat dari aturan saat ini. Fadli Ramadanil menambahkan, bahwa terkait dengan pindah lokasi pemilihan, MK baru saja memutuskan bahwa batas pengurusan pindah memilih diperpanjang hingga h-7, atau paling terakhir adalah tanggal 10 April 2019, di mana sebelumnya ditetapkan pada tanggal 17 Maret 2019.

Dimas Ramadhan dari Populi Center menambahkan bahwa dirinya mengapresiasi mekanisme kampanye terbuka yang dibuat dalam pemilu kali ini. Ada pembagian zonasi yang cukup bagus dan dari sisi penjadwalannya pun juga cukup baik. Pengaturan ini dapat meminimalisir potensi terjadinya gesekan antara pendukung kedua pasangan calon. Sejatinya kampanye terbuka kali ini harus dijadikan sebagai momentum untuk menyampaikan visi dan misi ke depan tentang apa yang akan dilakukan oleh kedua pasangan calon.

Kampanye terbuka dapat diibaratkan debat kandidat, bagaimana menakarnya memang harus menggunakan alat ukur yang jelas, salah satunya dengan survei. Meski demikian, patut untuk diperhatikan tentang potensi gesekan antar pendukung untuk diminimalisir. Seperti halnya catatan Bawaslu yang merilis dari 34 provinsi, hampir setengahnya berada dalam zona merah. Hal ini mengindikasikan bahwa penyelenggara juga semakin dituntut untuk mengantisipasi hal-hal tersebut.

@ Populi Center 2021

id_IDIndonesian