Catatan Singkat tentang Politik Lokal di Pantai Utara Jawa
Kepiawaian Yance dalam dunia politik diakui kawan maupun lawan
Kejatuhan rezim Orde Baru merupakan momentum bangsa Indonesia memasuki babak baru kehidupan sosial politik yang lebih demokratis. Pasca-reformasi 1998 sudah dilaksanakan empat kali pemilu, yaitu pada 1999, 2004, 2009 dan 2014. Dalam konteks demokrasi elektoral, terdapat beberapa catatan menarik dalam pelaksanaan pemilu pasca-reformasi. Pertama, komposisi legislatif (pusat) bertambah dengan adanya unsur senator atau Dewan Perwakilan Daerah (DPD), di mana setiap provinsi masing-masing diwakili empat orang anggota DPD. Kedua, presiden dan wakil presiden serta kepala daerah (provinsi dan kabupaten/kota) dipilih secara langsung. Ketiga, pemilihan kepala daerah (pilkada) mulai dilaksanakan secara serentak sejak 2015.
Sistem pemilihan langsung presiden/wakil presiden dan kepala daerah pada satu sisi adalah kemajuan yang positif dalam sejarah demokrasi Indonesia. Mekanisme tersebut memungkinkan munculnya pemimpin berkualitas atas pilihan rakyat. Dalam perjalanannya terjadi tarik ulur banyak kepentingan terutama dalam persoalan regulasi. Belum lagi konflik pilkada yang kerap muncul sebagai konsekuensi logis pelaksanaan pilkada itu sendiri, seperti terjadinya benturan antar-kelompok pendukung dan maraknya praktik politik kekerabatan atau dinasti. Meskipun demikian secara umum perjalanan pemilu pasca-reformasi itu sendiri berjalan secara demokratis.
Kabupaten Indramayu adalah salah satu contoh kecil bagaimana pergolakan politik melalui pilkada pasca-reformasi berlangsung. Berbeda dengan kondisi politik pada level nasional yang lebih dinamis dalam hal suksesi kepemimpinan baik melalui pemilu legislatif (pileg) maupun presiden (pilpres), Indramayu lebih tepat berada dalam status quo pemerintahan yang ditandai dengan sirkulasi elite yang berpusat pada satu keluarga. Tulisan singkat ini berupaya mendeskripsikan sekelumit persoalan terkait preferensi politik masyarakat dan sirkulasi elite di Indramayu.
Sekilas Tentang Kabupaten Indramayu
Indramayu adalah sebuah kabupaten di sebelah utara provinsi Jawa Barat (Jabar), berbatasan dengan Laut Jawa. Berbeda dari wilayah-wilayah Jabar lain yang kebanyakan berbahasa Sunda, sebagian besar penduduk Indramayu berbahasa Jawa dialek Indramayu. Dialek Dermayon hampir serupa dengan dialek yang banyak dituturkan di Cirebon, kabupaten tetangga di sebelah tenggara Indramayu. Sedangkan di bagian selatan dan barat daya banyak masyarakat yang berbahasa Sunda, karena berbatasan dengan lingkungan budaya Sunda. Indramayu berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Sumedang di sebelah selatan, serta Kabupaten Subang di sebelah barat.
Secara administratif Kabupaten Indramayu terdiri dari 31 kecamatan, yang dibagi lagi menjadi 317 desa dan 8 kelurahan. Pusat pemerintahan kabupaten terletak di Kecamatan Indramayu yang berada di pesisir Laut Jawa, tetapi titik keramaian yang ada di kabupaten ini terletak di Jatibarang, berjarak 19 kilometer arah selatan kota Indramayu. Jatibarang menjadi titik temu antara jalur lalu-lintas pantai utara (Pantura) Jawa dengan jaringan rel kereta api. Jalur utama Pantura melintas dari Patrol hingga Jatibarang menuju Cirebon, tidak melewati kota Indramayu. Jalur alternatif melalui Lohbener, berbelok ke timur laut arah Indramayu, lalu ke arah tenggara ke Karangampel hingga Cirebon.
Selain dikaruniai hasil bumi khususnya padi dan buah mangga, Indramayu juga merupakan lokasi eksplorasi kilang minyak Pertamina yang terletak di Balongan dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Sumuradem. Potensi lain Indramayu adalah objek wisata pantai, Pulau Biawak, dan situs-situs bersejarah. Dari Indramayu Dalam Angka 2016 terbitan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Indramayu, penduduk Indramayu pada 2015 sebanyak 1.718.495 jiwa dengan kepadatan penduduk 819 jiwa/km2. Dari data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dikeluarkan BPS Jabar, sejak 2013 hingga 2015 berturut-turut Indramayu menempati posisi 4 terendah di antara kabupaten/kota lainnya. Kondisi ini memunculkan ironi mengingat banyaknya sumber daya alam di daerah tersebut.
Kepiawaian Yance dalam dunia politik diakui kawan maupun lawan.
Pilkada Indramayu Pasca-Reformasi
Mencermati perjalanan sosial politik Indramayu pasca reformasi amat menarik. Tidak berlebihan jika daerah ini merupakan “miniatur Orde Baru” pada era pasca-reformasi. Setidaknya tercermin dari preferensi masyarakat terhadap pilihan parpol tertentu serta sirkulasi elite kekuasaan yang berkutat pada satu poros saja. Indramayu merupakan salah satu lumbung terbesar suara Partai Golongan Karya (Golkar) di Jabar (Lihat Tabel 1). Selain itu elite kepemimpinan di Indramayu selalu dipegang oleh kader-kader Golkar.
Tabel 1. 10 Daerah di Jawa Barat dengan Jumlah Suara Golkar Terbanyak Pada Pemilu Legislatif 2014
NO | KABUPATEN/KOTA | JUMLAH SUARA |
1 | Kabupaten Bogor | 377.588 |
2 | Kabupaten Bandung | 325.163 |
3 | Kabupaten Indramayu | 299.702 |
4 | Kabupaten Karawang | 211.639 |
5 | Kabupaten Bekasi | 209.572 |
6 | Kabupaten Garut | 204.429 |
7 | Kabupaten Sukabumi | 191.455 |
8 | Kabupaten Cianjur | 186.036 |
9 | Kabupaten Subang | 145.282 |
10 | Kabupaten Tasikmalaya | 129.937 |
Sumber: Diolah dari hasil rekapitulasi KPU (Model Form DD 1 DPR RI)
Pasca-reformasi 1998 Indramayu telah mengalami empat kali pemilihan bupati (pilbup), yakni pada 2000, 2005, 2010 dan 2015. Pada 2000 Pilbup Indramayu masih menggunakan mekanisme pemilihan oleh DPRD. Saat itu pasangan Irianto M.S. Syafi’uddin (Yance) dan Dedi Wahidi terpilih sebagai bupati dan wakil bupati (wabup) Indramayu untuk periode 2000-2005. Komposisi pasangan ini dianggap ideal, terlebih sosok wakil bupati dari PKB dianggap representatif kaum santri mendampingi sosok Yance yang dianggap bisa membawa perubahan yang lebih baik.
Sayangnya duet Yance-Dedi tidak berlanjut sesudahnya. Pada periode berikutnya, kedua tokoh ini pecah kongsi, masing-masing maju maju dengan pasangan berbeda. Pilkada langsung di Indramayu dimulai pada 2005. Yance maju lagi, kali ini berpasangan dengan Harry Sudjati. Wabup Dedi harus mengalah mendampingi pelawak Nurul Qomar yang maju sebagai calon bupati (cabup). Basis dukungan massa yang solid dan pengaruh bupati petahana yang mengakar mengantarkan Yance mengungguli rivalnya. Yance pun terpilih kembali sebagai bupati Indramayu untuk periode 2005-2010.
Kepiawaian Yance dalam dunia politik diakui kawan maupun lawan. Program-program yang selalu jadi jargon kampanye pun sangat populis, seperti pembangunan pertanian, sarana dan infrastruktur jalan, dan tunjungan guru agama dan marbot masjid. Pilbup Indramayu 2010 dan 2015 merupakan pilkada yang didominasi oleh elit tertentu saja. Meskipun tak lagi menjabat bupati, dominasi Yance masih ampuh mengantarkan istrinya, Anna Sophana, menjadi pemenang berturut-turut. Praktis dalam kurun waktu 2000 hingga sekarang, Indramayu dikuasai oleh dinasti keluarga Yance. Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Illo officiis ullam error necessitatibus ab non velit vero beatae illum temporibus. Laborum hic neque ut quidem. Consectetur quis, quod tenetur harum dolorem quia unde odit at blanditiis deserunt aspernatur incidunt placeat, magni mollitia similique, velit porro nobis vitae hic possimus. Dolorem, iusto eveniet. Magnam perspiciatis repellendus sequi, explicabo soluta quidem atque ex animi, autem doloremque delectus esse in consequatur. Ipsam in vero minus ad non sequi molestiae impedit a sit dignissimos? Quo repudiandae laborum minus, omnis voluptates praesentium officiis.
Upaya Membangun Dinasti Politik di Indramayu
Tanpa mengesampingkan tokoh-tokoh lokal lainnya, berbicara tentang Indramayu tidak bisa lepas dari figur sentral Yance. Selain menjabat bupati Indramayu dua periode dan memenangkan isterinya untuk dua periode sesudahnya, Yance pernah maju sebagai calon gubernur (cagub) Jabar. Tidak pelak, sosok Yance adalah politisi Golkar yang sangat berpengaruh di Jabar (Lihat Tabel 2). Sebagai catatan, Anna Sophana pindah ke Partai Nasional Demokrat (NasDem) setelah Yance menjadi pesakitan dan tidak lagi menjabat Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Tingkat I Golkar Jabar.
Tabel 2. Sirkulasi Elite Kekuasaan di Indramayu Pasca-Reformasi
PERIODE | BUPATI | PARTAI |
2000-2005 | Irianto M.S. Syafi’uddin (Yance) | Golkar |
2005-2010 | Irianto M.S. Syafi’uddin (Yance) | Golkar |
2010-2015 | Anna Shopana | Diusung Golkar |
2015-2020 | Anna Shopana | Pindah ke Nasdem |
Keberlanjutan program-program Yance yang dianggap baik oleh masyarakat, seperti pembangunan pertanian, infrastruktur jalan, dan tunjangan guru ngaji dan marbot masjid menjadi isu ampuh agar dirinya yang tidak lagi bisa terpilih bisa diteruskan oleh keluarganya. Dengan ungkapan lain, terbengkalainya program-program pro-rakyat Yance seiring dirinya tak lagi bisa menjabat, menjadi momok sebagian besar rakyat Indramayu. “Jika saja tidak ada aturan pembatasan maksimal dua periode, niscaya Kang Yance akan menjabat Bupati sampai kapan saja seperti Pak Harto,” kata M. Sholeh, tokoh muda Indramayu yang ditemui penulis.
Ungkapan ini terdengar berlebihan, namun bukan tanpa alasan. Sosok Yance memang kontroversial, di satu sisi banyak masyarakat Indramayu mengapresiasi kinerjanya, namun tidak sedikit kebijakannya yang menuai kritik. Protes terhadap penerbitan Al-Qur’an yang menampilkan kover bergambar dirinya maupun jerat kasus korupsi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menjadikannya pesakitan tidak mengendurkan kecintaan masyarakat Indramayu kepadanya. Terbukti setelah dirinya tidak bisa lagi maju, istrinya terpilih sebagai penerusnya selama dua periode.
Yance yang saat itu menjabat Ketua DPD I Golkar Jabar mencoba peruntungan maju sebagai cagub Jabar. Sebelumnya Yance mengamankan daerah yang ditinggalkannya dengan mendudukkan istrinya sebagai bupati. Yance membantah apa yang dilakukannya adalah upaya melanggengkan kekuasaan. Pada awalnya Yance mengaku melarang isteri atau anaknya maju mencalonkan diri. Menurut Yance, keluarganya maju atas desakan dan dukungan masyarakat Indramayu. Apa yang terjadi di Indramayu dalam dua dekade terakhir sesungguhnya upaya untuk mempertahankan status quo, membiarkan kondisi sosial politik sembari mencari celah untuk langgengnya kekuasaan.
Mencegah Berkembangnya Politik Dinasti dan Etika Politik
Dalam banyak fakta, dinasti politik menjadi salah satu penyebab utama suburnya budaya koruptif. Upaya mencegah praktik ini melalui regulasi formal tidak mudah. Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada diatur bahwa calon kepala daerah tidak boleh memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana, mencakup ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, dan menantu, kecuali setelah melewati jeda satu kali masa jabatan.
Pasal tentang “dinasti politik” tersebut justru dihapuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam sidang putusan pada 8 Juli 2015, MK menyatakan tidak menafikan kenyataan di mana kepala daerah petahana memiliki berbagai keuntungan. Namun menurut MK, pembatasan ditujukan kepada kepala daerah petahana itu, bukan kepada keluarganya, kerabatnya, atau kelompok-kelompok tertentu tersebut. Apa yang diputuskan oleh MK tidaklah salah dalam konteks konstitusi yang menjamin hak setiap warga negara. Meskipun demikian upaya meminimalkan praktik politik dinasti bukan berarti menemui jalan buntu.
Kerja-kerja politik yang baik diyakini dapat menekan hal tersebut dinasti daripada sekadar membuat regulasi. Selain itu harus dihidupkan kembali etika politik di kalangan elite agar muncul kesadaran bersama mewujudkan kualitas demokrasi yang lebih baik. Cara lainnya adalah mendorong kaderisasi terbuka dan baik oleh partai politik agar lahir tokoh-tokoh alternatif. Penulis meyakini bahwa sebenarnya Indonesia memiliki banyak tokoh muda potensial, sayangnya karena dukungan politik yang kurang potensi itu seolah tenggelam. Tidak terkecuali di Indramayu, satu di antara 58 daerah yang disebut oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) tengah mengembangkan dinasti politik.