Peluang menghapus Pilkada langsung

Wacana pengubahan sistem pemilihan langsung oleh Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, menuai pro dan kontra. Dalam pandangannya, Tito Karnavian menilai pemilu langsung lebih banyak kerugiannya. Selama pelaksanaannya, telah banyak pemimpin daerah yang terkena kasus korupsi akibat tingginya biaya politik. Menanggapi hal ini, beberapa organisasi masyarakat sipil menolak wacana pemilu tidak langsung yang dinilai sebagai kemunduran demokrasi.

Populi Center melalui acara Forum Populi mengupas persoalan ini dalam diskusi bertema “Peluang Menghapus Pilkada Langsung” pada hari Rabu, 4 Desember 2019 di kantor Populi Center. Diskusi ini dihadiri oleh tiga pembicara, yakni Saidiman Ahmad (peneliti senior SMRC), Heroik M. Pratama (peneliti, Perludem), dan Rafif Pamenang Imawan (peneliti, Populi Center).

Pada kesempatan pertama, Saidiman Ahmad mengatakan bahwa isu pemilihan tidak langsung pada dasarnya adalah isu oligarki, mengingat oligarkilah yang memiliki kepentingan untuk mendominasi politik nasional. Saidiman tidak yakin apabila pemilihan dilakukan secara tidak langsung, serta merta akan menghapus politik uang. Lebih lanjut Saidiman mengatakan bahwa praktek pemilu langsung tidak dapat dikatakan gagal, mengingat banyaknya pemimpin dengan kapasitas bagus yang dihasilkan melalui pemilu langsung.

Peneliti Perludem, Heroik M. Pratama, menambahkan bahwa isu utamanya ada pada UU Pilkada yang harus disempurnakan. Terdapat beberapa isu yang belum diatur dalam UU Pilkada. Pertama, terkait sumbangan dana kampanye kepada pasangan calon dan efisiensi anggaran dalam kampanye. Sebaiknya segera diatur batasan sumbangan dan mendorong kampanye elektronik sebagai bagian dari efisiensi anggaran. Kedua, terkait rekapitulasi suara secara elektronik (e-rekapitulasi). Menurutnya, e-rekapitulasi yang disiapkan KPU RI sudah baik dikarenakan sudah memotong lamanya proses rekapitulasi manual. Hanya saja belum ada payung hukum untuk implementasi e-rekapitulasi.

Peneliti Populi Center, Rafif Pamenang Imawan memiliki pandangan lain. Problema mendasar dari wacara penerapan sistem pemilu tidak langsung adalah problem representasi politik. Rafif mengatakan “Pemilihan tidak langsung membawa kita pada pertanyaan mendasar, apakah kita kenal dengan anggota parlemen? Apakah hari ini kita percaya dengan anggota parlemen kita?.” Rendahnya kualitas representasi politik di Indonesia, membuat sistem pemilu tidak langsug belum menjadi solusi atas masalah yang ada di sistem pemilu langsung. Lebih lanjut, Rafif mengatakan bahwa pernyataan Tito Karnavian sebaiknya dibaca sebagai ajakan bagi kelompok masyarakat sipil untuk mengevaluasi demokrasi di Indonesia pada umumnya dan pelaksanaan sistem pemilu langsung pada khususnya.

@ Populi Center 2021

id_IDIndonesian