Sebelum terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan berjanji untuk menghentikan proyek reklamasi. Namun, kenyataan justru berkata lain. Terbitnya izin reklamasi di Pantai Jakarta Utara melalui Keputusan Gubernur Nomor 237 Tahun 2020 mengindikasikan Anies mengingkari janji kampanyenya.
Publik pun dibuat bertanya-tanya, apa maksud dari perubahan sikap Anies? Apakah reklamasi sejatinya merupakan kebutuhan masyarakat? Bagaimana pula konsekuensi kerusakan lingkungan dari berlanjutnya proyek reklamasi?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Populi Center menyelenggarakan diskusi daring dengan tema ‘Menyikapi Proyek Reklamasi di DKI’ dan menghadirkan tiga narasumber, yakni Guru Besar Fisipol UGM Purwo Santoso, Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti Nirwono Joga, dan Peneliti Populi Center Hartanto Rosojati. Diskusi berlangsung via aplikasi Google Meet pada pukul 13.00-15.00 WIB dan dipandu langsung oleh Peneliti Populi Center Erwinton Simatupang.
Peneliti Populi Center Hartanto Rosojati mengatakan reklamasi adalah salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menyikapi jumlah penduduk di Jakarta yang terus mengalami peningkatan setiap tahun. Tidak ada yang salah dari reklamasi, namun proyek tersebut memang memiliki sejumlah konsekuensi serta dampak buruk yang harus diminimalisir. “Reklamasi harus memperhatikan dampak lingkungan dan sosial secara komprehensif, khususnya masyarakat nelayan yang tinggal di pesisir,” kata Hartanto.
Pengamat Tata Kota Nirwono Joga menilai reklamasi sebagai proyek yang merusak lingkungan. Ia menyebut proyek tersebut sebagai ‘proyek bunuh diri ekologis’. Untuk itu, Nirwono menyatakan, DPRD DKI Jakarta perlu untuk mendesak Anies mencabut Keputusan Gubernur Nomor 237 Tahun 2020. “Pasalnya, reklamasi Ancol tidak sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR),” ujar Nirwono.
Sementara itu, Guru Besar Fisipol UGM Purwo Santoso menilai sudah saatnya Jakarta memiliki sosok pemimpin yang peduli lingkungan. Pada titik ini, Gubernur Anies harus mempertimbangkan beragam risiko, seperti risiko lingkungan, sosial, dan ekonomi. “Jangan terjebak pada agenda jangka pendek kekuasaan, sebab akumulasi dampak lingkungan akibat reklamasi bersifat jangka pajang,” tutur Purwo.
@ Populi Center 2021