Penulis : Herbert Simon
Judul Chapter : Theories of Bounded Rationality
Judul Buku : Decision and Organization – McGuire, C. B. & Radner, R (ed.)
Penerbit : Amsterdam, North-Holland Pub. Co.
Tahun Terbit :1972
Jumlah Halaman : 361
Informasi merupakan hasil dari pengolahan data yang memiliki peran penting bagi manusia, karena tidak dapat dimungkiri manusia setiap harinya membutuhkan informasi untuk membuat keputusan dalam segala aspek kehidupan baik dalam aspek ekonomi, sosial, politik, dan aspek lainnya. Kebutuhan informasi manusia semakin mudah terpenuhi berkat adanya teknologi. Perkembangan teknologi semakin memungkinkan manusia dapat mengakses informasi secara cepat dan praktis. Dampak lain dari perkembangan teknologi, setiap orang dapat dengan mudah mengunggah ataupun menyebarluaskan informasi yang berdampak pada arus informasi dari masa ke masa yang semakin deras. Informasi dikatakan berkualitas apabila bersifat efisien, yang artinya informasi harus dapat tepat guna bagi pemakainya dan dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan. Namun, banyaknya informasi yang beredar pada saat ini apakah secara keseluruhan bisa diterima oleh manusia? Jika iya, bagaimana banyaknya informasi tersebut dapat menjelaskan tindakan yang kemudian diambil seseorang?
Dalam karya klasik The Theory of Games and Economic Behavior, J. V Neumann & Oskar Morgenstern (1944) menyebut bahwa manusia bertindak secara rasional ketika dihadapkan dengan situasi yang tidak pasti dengan tujuan menghasilkan keputusan sebaik mungkin. Karya yang dibuat oleh matematikawan dan ekomom tersebut kemudian melahirkan apa yang disebut dengan Expected Utility Theory (selanjutnya akan disebut dengan Utilitas yang Diharapkan). Melalui teori ini, dapat dipahami bahwa pada dasarnya manusia mengelola informasi dengan tujuan menghasilkan keputusan yang terbaik, dengan mempertimbangkan kemungkinan keuntungan ataupun kerugian atas keputusan yang akan dipilihnya.
Secara praktis, teori Utilitas yang Diharapkan banyak digunakan dalam kajian-kajian ekonomi, antara lain misalnya dalam menganalisis perilaku seorang investor dalam mengelola informasi dalam menentukan keputusan investasinya. Saat orang tersebut berada dalam situasi yang membingungkan, ia akan melakukan pencarian informasi dan memproses informasi sebagai dasar untuk mempertimbangkan tindakan mempertahankan (hold) atau menjual saham (cut loss).
Pemanfaatan Utilitas yang Diharapkan kemudian meluas ke berbagai bidang, termasuk dalam riset-riset di bidang politik. Ketika mendekati masa pemilihan umum misalnya, teori Utilitas yang Diharapkan akan memperkirakan bahwa pemilik suara bertindak secara rasional dengan menerima semua informasi mengenai semua kandidat dalam rangka mempertimbangkan kandidat mana yang akan dipilihnya.
Pada perkembangannya, teori Utilitas yang Diharapkan kemudian banyak mendapat kritikan. Salah satu argumennya ialah bahwa tidak ada orang yang bisa mendapatkan ‘keseluruhan informasi’, sebab informasi itu sendiri tidak memiliki batas. Bagi Herbert Alexander Simon (1972) manusia tidak sepenuhnya melakukan tindakan secara rasional, sebab rasionalitas manusia dibatasi oleh proses kognitif. Oleh sebab itu Simon mengajukan teori alternatif yang disebutnya dengan Bounded Rationality Theory (selanjutnya disebut dengan Rasionalitas Berbatas). Simon sepakat bahwa secara alamiah manusia akan membuat keputusan yang menurutnya terbaik, namun pada kenyataannya tindakan yang kemudian diambil tidak sepenuhnya rasional, melainkan seringkali melibatkan faktor emosi dan kondisi psikologisnya, yang menyebabkan keputusannya justru bersifat tidak rasional (irasional).
Melalui teori Realitas Berbatas, Simon menekankan bahwa manusia memiliki keterbatasan kognisi sehingga tidak mampu mengelola banyaknya alternatif informasi yang berbeda-beda, bertolakbelakang satu sama lain, atau bahkan simpang siur, yang pada akhirnya menyebabkan sulit untuk diproses secara kognitif. Oleh karena itulah manusia cenderung membuat keputusan berdasarkan informasi yang ada dan dipilih mana yang terbaik baginya berdasarkan kebiasaan dan keyakinan yang telah dimiliki sebelumnya.
Hal yang tidak kalah penting dari teori Rasional Berbatas ialah bahwa seringkali seseorang dihadapkan pada ketimpangan atau gap, antara harapan dengan realitas. Sebabnya sederhana, bahwa manusia tidak hidup dalam dunia yang berjalan dengan sempurna. Saat dihadapkan dengan situasi demikian, tindakan yang dilakukan seseorang bukan hasil dari kalkulasi atas berbagai informasi yang ada, melainkan sebuah respon yang kemudian menghasilkan kepuasan hati (satisfaction). Saat dihadapkan pada begitu banyak informasi, manusia justru lebih nyaman membatasi rasionalitasnya. Tindakan atau sikap yang kemudian dipilih mungkin tidak mendatangkan hasil yang optimal, namun dapat memberikan rasa puas.
Secara sederhana, perbedaan antara teori Utilitas yang Diharapkan dengan teori Rasional Berbatas terletak pada peran psikologis manusia dalam pengambilan keputusan. Dalam Utilitas yang Diharapkan, saat seseorang dihadapkan pada situasi yang tidak pasti, secara kognitif ia akan mempertimbangkan segala informasi yang ada. Sedangkan dalam Rasionalitas Berbatas, kognisi manusia dipengaruhi oleh kondisi psikologi sehingga perilaku informasi yang dilakukan hanyalah memilah dan memilih informasi yang menurutnya sesuai dengan apa yang diyakini dan informasi apa yang menurutnya tidak berisiko menimbulkan gejolak emosi dari dirinya.
Di bidang ekonomi, teori Rasional Berbatas dapat dilihat dari bagaimana kecenderungan seseorang untuk menghindari informasi mengenai bayang-bayang krisis ekonomi demi menghindari rasa stres. Sementara di bidang politik, Rasionalitas Berbatas menjadi relevan terutama di kala arus informasi begitu besar, terutama di era sosial media seperti sekarang. Saat disuguhkan berita atau konten yang menginformasikan citra baik dari salah satu kandidat yang tidak didukungnya, maka tindakan yang dilakukan ialah tidak melewatkan informasi tersebut untuk menjaga keyakinannya terhadap tokoh yang didukungnya. Konsep Rasional Berbatas bukan tanpa kekurangan. Bagi sebagian kalangan, konsep ini dianggap serupa dengan teori information avoidance, namun dalam teori tersebut perilaku penghindaran informasi dilakukan ketika seseorang merasa kelebihan dalam memproses informasi (information overload).
Meskipun demikian, teori Realitas Berbatas bisa menjadi pengingat, bahwa meskipun terdapat suatu program yang telah disusun secara sebaik mungkin dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas masyarakat, seperti adanya program peningkatan melek finansial yang diberikan oleh pemerintah,namun program tersebut belum tentu berjalan sesuai dengan tujuan awal, sebab terdapat faktor lain berupa berupa perilaku manusia yang menghindari memproses informasi yang tidak sesuai dengan apa yang diyakini.
Dalam lapangan yang berbeda, fenomena merebaknya buzzer atau pendengung di sosial media dapat dipertanyakan efektifitasnya dengan menggunakan teori ini. Pendengung yang memberikan informasi tentang citra baik salah satu kandidat dengan tujuan mengubah sudut pandang publik berpotensi tidak efektif dalam mempengaruhi pendirian seseorang. Sebab, ketika seseorang dihadapkan dengan informasi yang berbeda dengan yang diyakini, justru tindakan yang dilakukan adalah menghindari informasi yang diberikan pendengung tersebut. Hal yang sama tentu juga berlaku bagi mereka yang mengkampanyekan opini miring terhadap suatu pihak, tidak serta merta kemudian akan diterima begitu saja oleh khalayak, terutama orang-orang yang telah memiliki sikap positif terhadap pihak yang menjadi subjek informasi.
Teori Rasional Berbatas juga dapat digunakan sebagai masukan kepada media penyedia informasi untuk menyajikan informasi kepada masyarakat tanpa melebihi atau mengurangi isi dari informasi. Sebab informasi yang ditampilkan secara berlebihan akan berdampak pada tindakan penghindaran informasi.
REFERENSI
Simon, H. A., Theories of Bounded Rationality, on McGuire, C. B. & Radner, R (ed.), (1972), Decision and Organization, Amsterdam: North Holland Publishing Company