Oase Pertempuran Sehari-hari

Rafif Pamenang Imawan

Rafif Pamenang Imawan

Mantra, Mantra

Penulis : Kunto Aji

Lebel   : Juni Records

Genre   : Pop

Tahun  : 2018

Saling membandingkan diri, hujatan, cyber bullying, patah hati, menghadapi stres di jalanan, tekanan pekerjaan, seluruh persoalan-persoalan yang menyangkut kesehatan mental, dituangkan oleh Kunto Aji dalam album Mantra Mantra. Sebelum membahas lebih jauh terkait dengan album ini, saya perlu kemukakan di awal bahwa saya bukanlah ahli dalam bidang kajian budaya maupun music. Posisi saya dalam tulisan ini sebagai penikmat musik. Ini merupakan tulisan pertama saya terkait sebuah album musik.

Mengapa album Kunto Aji ini yang saya pilih. Singkatnya, album ini istimewa karena mengangkat isu kesehatan mental. Dalam proses pembuatan album ini, Kunto Aji bahkan bertemu dengan empat psikolog guna mendalami persoalan-persoalan kesehatan mental. Dari riset yang dia lakukan, frekuensi suara pada 396 Hz dinilai sebagai frekuensi yang dapat menghilangkan pikiran negatif. Oleh karenanya dalam salah satu bagian di lagu Rehat terdapat beberapa bagian yang diatur dalam frekuensi tersebut (CNN Indonesia, 23/09/2020).

Bagaimana frekuensi suara dan apa pengaruhnya, penjelasan terkait ini terdapat dalam penelitian mengenai Solfeggio Frequencies yang dilakukan Joseph Pulio (Psikolog Amerika Serikat). Dalam penelitiannya, diterangkan bahwa terdapat enam macam frekuensi yang dapat mempengaruhi perasaan manusia. Keenam frekuensi tersebut ditemukan dalam notasi lagu religi yang telah digunakan oleh Vatikan sejak abad kelima. Pertama, frekuensi 396 Hz yang dianggap dapat mengeluarkan pikiran negatif. Kedua, frekuensi 417 Hz yang dapat memperbaiki situasi dan mendorong perubahan. Ketiga, frekuensi 528 Hz yang dapat mendorong transformasi dan keajaiban. Keempat, frekuensi 639 Hz yang cenderung membantu membangun hubungan/ikatan. Kelima, frekuensi 741 Hz yang dapat memacu adanya solusi/ide-ide solutif. Keenam, frekuensi 852 Hz yang mendorong orang untuk kembali memahami jiwa (ibid). Penggunaan frekuensi 396 Hz ke kesehatan mental belumlah teruji secara klinis mengingat domain bahasan terkait dengan hal ini masuk ke dalam domain ilmu psikologi. Meski demikian, usaha yang dilakukan oleh Kunto Aji patut untuk diapresiasi.

Motivasi awal Kunto Aji mengangkat isu mental terutama overthinking dan tekanan mental di kehidupan modern, berawal dari refleksi perjalanan hidupnya, sebuah perjalanan yang kemudian terefleksikan pula pada kehidupan para pendengarnya. Isu kesehatan mental nampak belum terlalu banyak mendapatkan perhatian di kala album ini keluar di penghujung akhir tahun 2018. Reaksi atasnya baru muncul di pertengahan tahun 2019, ketika orang semakin memahami tidak kalah pentingnya kesehatan mental dibandingkan kesehatan fisik.

Memasuki Terapi Mental

Album ini dibuka dengan lagu berjudul Sulung. Lagu dengan panjang “hanya” 1:58 menit, berisikan lirik yang diulang-ulang, terutama dengan lirik “Cukupkanlah… ikatanmu… relakan yang tak seharusnya untukmu..”. Kalimat tersebut diulang-ulang hingga pada akhirnya ditutup dengan pesan untuk menghargai diri sendiri, “Yang sebaiknya kau jaga adalah dirimu sendiri..”. Lagu Sulung menasbihkan bahwa album ini laksana album terapi mental. Dari awal kita sudah diberikan sugesti untuk melepas hal-hal yang berada di luar kuasa kita. Terlebih lagi, kehidupan modern yang berorientasi pada profit dan didasarkan pada persaingan/kompetisi, terkadang cara hidup ini membuat diri kita lupa bahwa kita adalah manusia. Tidak semua hal dapat dikontrol oleh individu, oleh karenanya perlu untuk melepaskan diri, termasuk membandingkan diri dengan orang lain.

Setelah selesai mendengarkan terapi pada lagu Sulung, lagu berikutnya langsung menghantam dengan beat yang cukup kuat. Pada lagu berjudul Rancang Rencana, Kunto Aji menggunakan frekuensi 741 Hz yang diyakini mendorong/memunculkan solusi atas masalah (ibid). Pada lagu Rancang Rencana, pendengar diajak untuk berbicara dengan dirinya sendiri, sebuah lantunan lirik yang mengena terkait dengan hal ini ada pada lirik “dalam ku ingat.. suara terdengar… jangan berubah… jangan berubah.. dalam ku ingat.. suara terdengar.. jangan berubah.. kau yang ku kenal”, penggalan lirik tersebut seakan merupakan perbincangan dari kepada diri sendiri. Dalam lagu ini, interpretasi yang saya terima ada pada pesan bahwa kita tidak boleh kehilangan diri sendiri.

Pada lagu Pilu Membiru, Kunto Aji nampak mengajak pendengar untuk melepaskan masa lalu. Di tengah lagu, terdapat penggalan lirik yang berulang-ulang dengan lirik “Masih banyak yang belum sempat.. Aku katakan padamu.. Masih banyak yang belum sempat.. Aku sampaikan padamu..”. Seperti terapi, Pilu Membiru mengajak kita untuk melepaskan atau ikhlas terhadap masa lalu. Lagu ini merupakan lagu paling populer dalam album ini, selain lagu Rehat. Interpretasi terhadap lagu ini dapat beragam, meski kebanyakan akan mengaitkan hubungan antara kekasih. Dalam video pengalaman Pilu Membiru yang dibuat oleh Kunto Aji di kanal Youtube miliknya, terlihat bahwa interpretasi tidak hanya menyoal hubungan antar kekasih, tetapi juga hubungan dengan nenek atau bahkan orang tua.

Selepas Pilu Membiru, terdapat lagu Topik Semalam. Lagu ini lebih gamblang, lagu ini berisi perbincangan antara kedua kekasih terkait rencana kehidupan mereka ke depan. Lagu ini menceritakan bagaimana kegelisahan dari kekasihnya untuk dapat dilamar atau menikah. Paska lagu Pilu Membiru yang memiliki banyak makna, tiba-tiba pendengar disuguhkan lagu yang sangat mudah interpretasinya dan sangat pop, bagi para pendengar mungkin hal ini dirasa sedikit aneh.

Setelah lagu ini, Kunto kembali mengajak kita untuk melepaskan persoalan atau beban mental yang ada, melalui lagu dengan judul Rehat. Penggalan lirik dari Rehatyang paling mengena ada pada “tenangkan hati.. semua ini bukan salahmu… jangan berhenti.. yang kau takutkan tak’kan terjadi..”, disusul “yang dicari hilang.. yang dikejar lari.. yang ditunggu.. yang diharap.. biarkan semesta bekerja untukmu..”. Lagu ini memiliki konstruksi yang sama dengan lagu Pilu Membiru atau bahkan lagu Sulung. Lagu ini mengajak para pendengarnya untuk dapat melepaskan dan dalam beberapa hal mengikhlaskan apa yang berada di luar kendali kita. Separuh dari lagu ini berisikan nada instrumental dengan frekuensi 396 Hz yang telah diperbincangkan di awal tulisan ini.

Lagu berikutnya berjudul Jakarta Jakarta. Berbeda dengan tema yang cenderung membicarakan individu pada lagu-lagu sebelumnya, pada lagu ini Kunto Aji membicarakan tentang Jakarta. Kota yang banyak dicibir sebagai kota yang tidak memanusiakan manusia. Saya teringat pada kesan-kesan teman saya yang hidup di luar Jakarta. Mereka selalu mengatakan bahwa diri kita tidak menjadi manusia di Jakarta, waktu hidup habis di jalan, hidup tidak layak, dan semua keluhan terkait dengan Jakarta. Keluhan yang sama saya rasakan sebagai perantauan. Kunto Aji juga merupakan perantauan seperti saya, dia berasal dari Yogyakarta dan mengalami kegundahan yang sama.

Kegundahan perantauan tersebut terlihat dalam lirik “dalam hati aku selalu ingin beranjak pergi.. kota yang sama yang membuat ku tegak berdiri… hingar bingar sudut jalan yang tak kan pernah mati.. kota yang sama yang membuatku merasa sepi”. Jakarta tidak dapat dinafikan merupakan kota yang barangkali tidak ideal untuk ditinggali, namun di satu sisi, kota ini yang membentuk diri kita. Pada barisan kalimat selanjutnya, Kunto Aji menyatakan bahwa kota Jakarta memang ramai, namun di sisi yang lain membuat diri menjadi sepi.

Mentalitas Jakarta terlihat dalam lanjutan liriknya yang berkata “jangan salahkan barisan panjang di pusat kota… kita bergegas mengejar mimpi-mimpi yang sama..”, pesan paling tegas ada pada lirik “sekeras-kerasnya.. benturkan.. bentuklah dirimu”, sebuah pesan yang nampaknya melekat pada kota Jakarta. Bahkan tidak hanya menggambarkan warga perasaan warga pendatang, namun juga menggambarkan perasaan warga aslinya.

Pesan terkait kesehatan mental tidak terlalu nampak dalam lagu Konon Katanya. Jika mendengarkan lirik dalam lagu ini, pada dasarnya lagu ini menekankan pada anggapan kebanyakan, bahwa kita harus mengejar hal atau kegiatan yang membahagiakan kita. Lirik “cantik kau tau.. hidup bukan tentang angka” secara tersirat menggambarkan hal tersebut. Bahwa materi bukanlah segalanya, terdapat nilai yang tidak dapat dipertukarkan. Hal ini yang diulang berkali-kali dalam lirik dengan pesan “konon katanya.. konon katanya.. konon katanya”. Lirik dengan kata konon katanya seakan menyerang stigma-stigma yang biasa kita temui dalam hidup, seperti pekerjaan paling ideal adalah PNS, atau kita hal-hal ideal lainnya.

Dapat dikatakan sebagai lagu terakhir, lagu dengan judul Saudade menjadi lagu utuh sebelum lagu Bungsu. Arti Saudade memiliki makna sebagai perasaan nostalgia yang mendalam pada seseorang atau kehilangan orang yang dicintainya. Hal ini tergambar dari lirik yang berpesan “Oh disana… Berdirilah engkau.. Dengan senyuman.. Dan keping harapan.. Dibelakang.. Tempatmu bersandar.. Tanganku terbuka.. Kapanpun kau ingat.. Pulang”. Lirik ini memiliki pesan kerinduan terhadap sosok yang dekat dengan kita, sosok tersebut dapat orang tua atau siapa pun.
Album ini ditutup dengan lagu yang memiliki irama yang sama dengan judul yang berbeda, yakni Bungsu. Lagu ini memiliki lirik yang sama Sulung, terdapat pengulangan atas lirik “Cukupkanlah… ikatanmu… relakan yang tak seharusnya untukmu..”. Barangkali hal ini merupakan bagian penutup dari rangkaian penanaman sugesti positif yang coba untuk disampaikan dari awal mendengarkan album ini.

Kesan

Ketika mendengarkan album ini, saya seperti mendengarkan sebuah album terapi mental. Hal yang menarik tentu ada pada tema yang diangkat oleh Kunto Aji, terutama terkait dengan kesehatan mental yang menjadi topik utamanya. Hal lain yang menarik ada pada penggabungan antara musik instrumental dan musik pop funk a la tahun 1980. Musik yang dibawakan oleh Kunto Aji mengingatkan saya pada penyanyi Bruno Mars dari Amerika Serikat. Perpaduan antara musik instrumental dan musik pop memungkinkan para pendengar mendapatkan “terapi” yang barangkali tanpa disadari oleh pendengar itu sendiri. Pendengar seperti hanya mendengarkan album musik pop seperti kebanyakan.
Kritik saya sebagai pendengar yang awam ada pada kurang menyatunya lagu Topik Semalam dan Konon Katanya. Penempatan kedua lagu tersebut cukup mengganggu, terutama setelah mendengarkan lagu Pilu Membiru dan Rehat. Khusus untuk lagu Rehat, bagian musik instrumental mengingatkan saya pada grup band Sigur Ros yang berasal dari Islandia (Iceland). Apabila musik Sigur Rosmemiliki genre Post-Rock, sebuah aliran yang menekankan pada instrumen music dibandingkan lirik. Maka keunikan Kunto Aji ada pada penggabungan music Pop Funk a la Bruno Mars dengan musik instrumental a la Sigur Ros.
Daya kreativitas inilah yang membuat album Kunto Aji ini istimewa hingga mendapatkan penghargaan AMI Award untuk album terbaik di tahun 2019. Album ini patut untuk didengarkan, baik dari sisi musikalitas, pesan dalam setiap lagu, hingga konsep terkait kesehatan mental yang jarang menjadi topik bahasan.

Daftar Pustaka

Aji, K. (Musisi), (2018), Mantra Mantra. Juni Records
CNN Indonesia, 23 September 2018, Cerita di Balik Frekuensi 396 Hz dalam Lagu ‘Rehat’ Kunto Aji, https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20180923120517-227-332464/cerita-di-balik-frekuensi-396-hz-dalam-lagu-rehat-kunto-aji, diakses tanggal 29 November 2020
Saudade, tt, Saudade, http://www.saudade.at/home/en/saudade-die-bedeutung/, diakses tanggal 29 November 2020

Bagikan Postingan:

Ikuti Info Rana Pustaka

Terbaru

Copyright @ Populi Center
id_IDIndonesian