Pemerintah menegaskan bahwa pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur tetap dilaksanakan. RUU tentang Ibu kota Negara juga telah masuk ke dalam prolegnas 2021. Langkah nampak telah matang. Meski demikian, sudah sejauh mana kesiapan kepindahan ibu kota negara? Mengapa agenda ini penting?
Forum Populi membahasnya dalam diskusi dengan tajuk “Perihal Pemindahan Ibu Kota” pada Kamis (8/4/2021), dengan menghadirkan Nirwono Joga (Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti), Putri Rosalina (Peneliti Litbang Kompas), dan Erwinton Simatupang (Peneliti Populi Center) sebagai narasumber.
Puteri Rosalina, Peneliti Utama Litbang Kompas, mengawali diskusi dengan memaparkan beberapa kajian kelayakan wilayah dalam rangka pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) pada 2024. Ia. Melihat bahwa ada kekhawatiran dari berbagai aspek, salah satunya adalah ketersediaan air bersih. Menurut catatannya, ketersediaan air di Kalimantan dapat dikatakan cukup, namun persoalannya air tersebut kebanyakan tercemar. Selain itu, berdasarkan kasus yang ia angkat, ada kekhawatiran dari penduduk setempat, salah satunya Suku Muluy tentang keberadaan hutan adat yang akan diambil-alih. Ketakutan tersebut berdasar pengalaman mereka bahwa hutan mereka sebagian diambil-alih perusahaan swasta. Pandangan lain menurut Putri adalah, meskipun Jakarta nantinya tidak lagi berstatus sebagai IKN, ia meyakini bahwa Jakarta akan tetap padat dan masih mengalami beberapa persoalan seperti halnya saat ini.
Selanjutnya, Nirwono Joga, Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti menambahkan bahwa yang terpenting saat ini adalah perlunya menyesuaikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dari Kabupaten/Kota yang terdampak rencana pembangunan IKN. Nirwono menjelaskan bahwa urgensi utama saat ini karena pemerintah belum mempunyai master plan yang jelas tentang pembangunan ibu kota baru, sehingga rencana pembangunan tersebut terkesan masih kira-kira. Terlepas dari hal tersebut, perlunya peninjauan ulang, salah satunya terkait dengan kondisi geologis. Sesuai dengan pengamatan langsung di lapangan, Nirwono meunjukkan bahwa di lokasi yang diproyeksikan sebagai titik ibu kota yang baru terjadi penurunan permukaan tanah. Tentu persoalan tersebut menjadi masalah serius yang harus segera diselesaikan dengan kajian yang detail. Dengan itu, konsep Smart Green Sustainable dapat terwujud di pembangunan kewilayahan yang baru.
Erwinton Simatupang sebagai Peneliti Populi Center menambahkan gambaran problematik tentang IKN. Salah satunya keberadaan pembangunan IKN yang jelas akan menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Berdasarkan kajian yang ia cermati, kurang lebih sebanyak 500 ribu tenaga kerja, akan tetapi masalahnya adalah tenaga kerja tersebut kebanyakan adalah tenaga kontrak yang setelah proyek selesai mau di kemanakan juga harus menjadi perhatian serius. Selain itu, akan terjadi kesulitan pemantauan kinerja pemerintah mengingat salah satu pemantau kinerja adalah NGO dan para jurnalis yang Erwinton anggap akan kesulitan pula bagi mereka untuk pindah ke ibu kota baru. Meskipun demikian, Erwinton juga menggarisbawahi bahwa pemindahan ibukota baru menjadi sebuah kesempatan bagi Jakarta untuk segera mengatasi berbagai persoalan yang masih dirasakan hingga saat ini.
Pada akhir diskusi, Erwinton menegaskan memang perlu untuk dilakukan pemindahan ibu kota, namun pemindahan tersebut juga berkonsekuensi terhadap distribusi pemindahan kesejahteraan, sehingga jangan sampai terjadi hanya mengirimkan masalah di ibu kota lama ke ibu kota baru. Pada penjelas yang lain, Puteri lebih menuntut agar harus dilakukan kajian ulang tentang proses pemindahan. Baginya, rencana harus dibuat terlebih dahulu, bukan pembangunan fisik, karena di wilayah yang menjadi target pemindahan masih banyak dijumpai masyarakat yang tidak mengetahui lokasi tempat tinggalnya akan dilakukan pembangunan ibu kota negara.
Sebagai penutup, Nirwono Joga menjelaskan tiga aspek penting dalam rencana pembangunan ibu kota negara. Pertama, perlu memastikan kepentingan apa di balik rencana IKN ini bermula. Apakah hanya kepentingan pribadi presiden atau memang kebutuhan bangsa, karena dengan itu dapat dilihat bahwa program ini akan berlanjut atau tidak. Terlepas rencana tersebut berdasar dari kepentingan pribadi atau bangsa, diperlukan untuk memastikan bahwa rencana ini bisa dapat berlanjut meskipun terjadi pergantian rezim pemerintahan. Kedua, master plan harus segera dituntaskan agar Bappenas terkesan tidak ragu-ragu dalam melangkah, karena terlihat bahwa pilot project tidak selaras dengan apa yang dilakukan Bappenas saat ini. Ketiga, perlu adanya kesinambungan dengan pihak swasta karena menurut Nirnowo pemerintah belum memiliki kapasitas untuk melakukan pembangunan wilayah, terlebih sebagai ibu kota baru. Selain itu, publik perlu untuk diyakinkan bahwa rencana ini memiliki landasan yang kuat untuk tetap dilanjutkan, misal, dengan memberikan contoh beberapa pembangunan di beberapa kota di Indonesia yang sudah menerapkan konsep Smart-Green-Sustainable.
@ Populi Center 2021