Revisi UU Pemilu: Tata Kelola Demokrasi Partisipatif Berbasis Inovasi

Dalam rangka memperingati hari ulang tahun yang ke-13, Populi Center menyelenggarakan diskusi Forum Populi bertajuk “Revisi UU Pemilu: Tata Kelola Demokrasi Partisipatif Berbasis Inovasi.” Diskusi ini bertujuan menjadi ruang dialog terbuka yang mempertemukan berbagai pemangku kepentingan mulai dari pembuat kebijakan, akademisi, partai politik, hingga kelompok masyarakat sipil untuk mengkaji arah Revisi UU Pemilu tahun 2025.

Acara berlangsung pada Rabu, 11 Juni 2025, dihadiri oleh Bima Arya (Wakil Menteri Dalam Negeri Indonesia), Zulfikar Arse Sadikin (Wakil Ketua Komisi 2 DPR RI, Fraksi Golkar), Afrimadona (Direktur Eksekutif Populi Center), Yose Rizal (Founder Pemilu AI), dan Moch Nurhasim (BRIN).

Diskusi diawali oleh Wamendagri Bima Arya, yang disampaikan melalui sambungan zoom. Saat ini Kementerian Dalam Negeri bersama kementerian terkait masih mematangkan konsep dan menyamakan cara pandang terhadap isu-isu strategis dalam Revisi UU Pemilu. Ia menegaskan pentingnya kejelasan arah dan tujuan dalam proses revisi ini. “Kami ingin memastikan cara pandang pemerintah dalam mengidentifikasi isu-isu strategis tepat sasaran. Revisi ini bukan sekadar teknis, tapi harus punya fondasi kuat: memperkuat sistem presidensial, kualitas representasi, dan sesuai dengan otonomi daerah,” tegas Bima.

Lebih lanjut, Bima menjelaskan bahwa pemerintah telah memilih pendekatan kodifikasi, bukan omnibus law, sebagai metode revisi. Kodifikasi ini akan menyatukan UU Pemilu, UU Pilkada, dan UU Partai Politik ke dalam satu kerangka hukum terpadu yang sistematis, berbasis pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). “Kita akan membuat Undang-Undang baru yang menyatukan berbagai aturan, dengan fokus sistematis pada isu-isu seperti keserentakan pemilu, sistem kepartaian, pendanaan politik, dan integrasi bangsa,” lanjutnya.

Menanggapi hal tersebut, Zulfikar Arse Sadikin secara substansi setuju dengan pernyataan Bima Arya mengenai tujuan dalam perubahan revisi UU ini. “Sebelum melakukan perubahan, penting untuk lebih dulu menetapkan apa tujuan dari perubahan tersebut? Tujuan kita sebenarnya bisa kita lihat dari pengalaman pemilu selama ini. Dari pengalaman itu kita bisa mengarah kepada aturan yang merawat demokrasi, menjaga suara publik, dan kita harus semakin menegaskan hal ini,” katanya. Ia juga mengingatkan bahwa pembahasan RUU Pemilu jangan sampai hanya mengakomodir kepentingan elite politik. Terkait penentuan ambang batas parlemen, menurutnya permasalahannya bukan berapa jumlah partai di parlemen, tapi bagaimana partai yang masuk ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bisa menjalankan perannya dengan efektif, baik koalisi partai pemenang maupun partai yang berperan sebagai penyeimbang.

Diskusi dilanjutkan oleh Yose Rizal selaku Founder Pemilu AI. Yose menyampaikan bahwa teknologi termasuk AI dalam kampanye pemilu saat ini perlu diatur oleh Undang-Undang. Menurutnya, teknologi dapat menopang proses pemilu yang efektif dan efisien, mulai dari biaya kampanye, pengawasan terhadap kecurangan, dan lainnya. Ini juga termasuk keterbukaan dalam mengakses data terkait pemilu yang seharusnya menjadi milik publik. “Potensi AI ini besar, jutaan data bisa diolah dengan cepat. Strategi kampanye bisa disimulasikan dulu. Ancamannya memang ada, tapi jangan sampai kita justru hanya dapat ancamannya tapi tidak dapat manfaatnya,” lanjut Yose.


Direktur Fasilitasi Pemantauan Riset dan Inovasi Daerah BRIN, Moch Nurhasim, juga ikut menanggapi diskusi ini. Menurutnya kodifikasi adalah metode yang memungkinkan dalam revisi UU, namun tujuan penyelarasan asas pemilu juga jangan sampai dilupakan. Nurhasim juga menegaskan soal substansi perubahan, jika tidak ada perubahan akan terjadi kepincangan norma, dan kodifikasi menjadi penting untuk menyelaraskan Pilkada dan Pemilu.

Afrimadona juga turut memberikan pandangannya. Ia mengatakan bahwa selama ini pegiat teknologi dan pegiat kepemiluan selama ini selalu menjadi diskusi yang terpisah. Oleh karena itu, sekarang saatnya membicarakan hal ini bersama. Menurutnya, teknologi menciptakan efisiensi dari segi proses hingga pendanaan, namun ia juga menekankan perlu ada aturan soal ini. “Suka tidak suka teknologi menyelesaikan masalah integritas. Demokrasi juga punya sisi negatif dan teknologi mungkin bisa menetralisir hal ini, teknologi ini bisa diaudit, walau dikatakan akan ada bias algoritma, namun hal ini tetap bisa dicek.” kata Afrimadona.

Sebagai penanggap diskusi, Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati, menyatakan masih banyak ‘pekerjaan rumah’ yang perlu dibahas dalam RUU Pemilu mendatang seperti sistem, aktor, penegak hukum, termasuk juga teknologi. Harapannya semua ini harus dapat bisa selesai di tahun 2026 agar penyelenggara dan peserta pemilu 2029 mendatang dapat menyesuaikan dengan aturan yang baru. Sayangnya, sudah setengah tahun sejak RUU Pemilu masuk Prolegnas 2025, proses pembahasan masih berjalan ditempat. Terkait penggunaan teknologi informasi berbasis kecerdasan buatan, Khoirunnisa mengamini urgensi penggunaan teknologi agar proses pemilu mendapat kepercayaan (trust) oleh masyarakat. “Perlu dipikirkan bagaimana cara mendapat trust masyarakat dalam proses pemilu ini. Hal ini perlu dipersiapkan dengan maksimal termasuk dengan kerangka hukum, SDM, dan mempertimbangkan aspek politik dari pengembang teknologi ini,” jelas Khoirunnisa.

Peneliti Senior Populi Center, Usep Saepul Ahyar, juga ikut menanggapi diskusi ini. Menurutnya, perlu adanya inovasi pikiran, perbaikan struktur, dan aktor, dalam proses pembahasan RUU Pemilu. “Dalam teknologi, bukan hanya soal biaya, mungkin bisa dilihat dari sisi lain juga. Kultur, struktur, dan regulasi benar-benar harus diperbaiki, karena dari teknologi juga banyak isunya.” kata Usep.

Dalam penutup dari diskusi ini, utamanya adalah RUU Pemilu perlu untuk segera dibahas dan tidak terkesan mangkrak, sekaligus tetap memperbanyak dialog terbuka dengan berbagai kalangan, sehingga tercipta proses demokrasi yang partisipatif dan menghasilkan kebijakan yang lebih berpihak kepada rakyat.

Narahubung:
Darin Atiandina, Peneliti Populi Center
08129206836

Bagikan Postingan

@ Populi Center 2022

id_IDIndonesian